Kasidah Burdah adalah mutiara syair kecintaan kepada
Rasulullah. Diciptakan oleh Imam Busyiri pada abad 7 Hijrah dan di baca dalam
berbagai acara. Puisi-puisi ini diyakini dapat memberi kesembuhan jiwa dan raga
Al- Bushiri yang bernama lengkap Sarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah
as Shanhaji al Bushiri, adalah seorang sufi besar, pengikut Thariqat
Syadziliyah, dan menjadi salah satu murid Sulthonul Auliya Syeikh Abul Hasan
asy-Syadzily, ra.
Ia lahir tahun 1212 M di Maroko. Ia berguru dengan beberapa
ulama tasawuf seperti Abu Hayyan, Abu Fath bin Ya’mari dan al ‘Iz bin Jama’ah
al Kanani al Hamawi, dan belajar Thariqat Sufi pada Syeikh Abul Hasan
asy-Syadzily. Sejak masa kanak, Bushiri dikenal sebagai orang yang wara’ (takut
dosa).
Pernah suatu ketika ia akan diangkat menjadi pegawai pemerintahan
kerajaan Mesir, akan tetapi melihat perilaku pegawai kerajaan membuatnya
menolak. Yang paling menarik adalah kisah pembuatan kasidah Burdah. Menurut al
Busyiri bahwa karyanya ini muncul ketika ia tengah sakit lumpuh. Penyakit itu
dikenal dengan nama angin merah.
Di tengah pembaringannya, Busyiri menulis kasidah Burdah dan
membacanya beberapa kali hingga tertidur. Dalam tidur tersebut, ia bermimpi
ketemu Rasulullah SAW. Kemudian Nabi Muhammad mengusap mukanya. Setelah itu
Busyiripun terbangun dan ia bisa berjalan. Bahkan dalam sebuah riwayat
diceritakan, ketika dalam mimpi al Busyiri terlibat pembicaraan dengan
Rasulullah SAW.
Busyiripun membacakan karyanya pada bait ke 51 wamabalaghul
ilmi an nahu masyarun tidak bisa meneruskan kata-katanya. Rasulullahpun
menyuruhnya meneruskan. “Saya tak mampu lagi, jawab Busyiri. Kemudian
Rasulullah menyempurnakan bait itu dengan kalimat, “wa annahu khayri
khalqillahi kulllihimi.” Kasidah Busyiri memang bukan sekedar karya. Ia dibaca
karena keindahan keindahan kata- katanya. Menurut DR. De Sacy seorang ahli
bahasa Arab di Universitas Sorborne memujinya sebagai karya puisi terbaik
sepanjang masa.
Beberapa nama ulama besar terutama pada bidang tasawwuf
tercatat sebagai guru Al Bushiri. Antara lain Imam Abu Hayyan, Abul Fath bin
Sayyidunnas Al Ya’mari Al Asybali Al Misri pengarang,kitab ‘Uyunul Atsar fi
Sirah Sayyidil Basyar, Al ‘Iz bin Jama’ah Al Kanani Al Hamawi salah seorang
hakim di Mesir, dan banyak lagi kalangan ulama besar Mesir yang memberikan ilmu
pengetahuannya kepada AJ Bushiri. Burdah memang tak hanya mantera. la, dibaca
karena keindahan kata-katanya meskipun dipenuhi doa doa yang bisa memberi
manfaat pada jiwa.
Burdah memang tak hanya mantera. la, dibaca karena keindahan
kata-katanya meskipun dipenuhi doa doa yang bisa memberi manfaat pada jiwa.
Karena itu tak heran jika banyak ulama membenkan catatan khusus tentang burdah,
baik dalam bentuk syarah (komentar) atau hasiyah (catatan kaki atau catatan
pinggir).
Menurut Darul Faqih sangat banyak karya syarh atas Burdah
yang tak ketahuan lagi siapa pengarangnya. Hanya yang bisa dicatat dan
diketahui namanya karena menjadi bahan kajian di beberapa universitas adalah
karya Imam Jalaluddin Al Mahalli Asy Syagi yang wafat tahun 864 Hijriyah, imam
Zakaria Al Anshari yang wafat tahun 926 Hijriyah, Imam Al Qasthalani yang wafat
tahun 923 H, Syaikh Al Malla Ali Qari Al Hanafi yang wafat tahun 1014 H, dan
Syaikh Ibrahim Al Bajuri yang wafat tahun 1276 H.
Dr. Zaki Mubarak ahli sastra Arab dan Mesir dalam skripsinya
Al Madaihun Nabawiyah menyebutkan bahwa gaya puisi Al Burdah banyak
mempengaruhi karya karya kemudian. Al Bushiri sebenamya tak hanya, terkenal
dengan karya Burdahnya saja. la juga dikenal sebagai seorang ahli fikih dan
ilmu kalam. Namun nama Burdah telah menenggelamkannya untuk dikenal sebagai
seorang sufi besar yang memiliki banyak murid.