SELAMAT DATANG DI BLOG Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama Lasem

Kamis, 03 April 2014

“Waktu Adalah Kehidupan”



Oleh : Uswatun H.
Pemberdayaan waktu adalah usaha manusia untuk menjadikan waktu sebagai sumber daya. Dan hanya manusialah yang memiliki “budaya waktu”, manusia sajalah yang mempunyai konsep waktu.
Ada beberapa perkataan para tokoh Islam yang berkaitan dengan waktu, Pertama adalah Hasan Al Banna, Ulama, motivator dan tokoh gerakan al ikhwal al Muslim di mesir. Kutipan tersebut adalah “waktu adalah kehidupan, menyia-nyiakan wakttu berarti menyia-nyiakan kehidupan”.
Kedua, adalah perkataan Malik bin Nabi’, beliau berkomentar  wakttu adalah sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintasi pulau, kota dan desa, membangkitkan semangat atau menina bobokkan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai- sampai manusia sering tidak menyadari  kehadiran waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala sesuatu selain Tuhan tidak akan mampu melepaskan diri darinya.
Dari kedua kutipan tersebut, terlihat betapa waktu merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Idak hanya manusia, Allah saja sang pencipta waktu sangat mementingkan waktu.
Ada pesan penting di balik semua itu, yakni agar manusia menggunakan dan memanfaatkan waktut sebaik-baiknya. Disinilah sebetulnya kunci kesuksesan hidup diletakkan. Orang-orang yang berhasil dalam hidupnya adalah orang yang mau dan mampu mempergunakan dan menghargai waktu dengan sebaik-baiknya.
Sebagian orang mengatakan bahwa waktu adalah emas. Lebih dari itu, waktu di dalam Islam lebih sekedar emas atau barang berharga lainya di dunia ini. Islam tidak sekedar mengajarkan kepada Manusia tentang pentingnya waktu, tetapi juga bagaimana menghargai waktu.
Sikap kita terhadap waktu sama dengan sikap kita dalam menghargai modal kehidupan ini. Jika kita ingin membeli sesuatu, berarti kita memerlukan modal financial dan jika kita ingin melakukan sesuatu dalam hidup ini , kita membutuhkan modal hidup, yakni waktu. Inilah yang menjadi alasan mengapa al Qur’an menganjurkan kepada kita untuk menghargai waktu yang kita miliki sebelum kehidupan ini berakhir.
Oleh sebab itu, seoran g Muslim harus menyadari bahwa waktu adalah : pertama, ukuran kehidupan. Waktu adalah sebuah amanah, waktu adalah sebuah anugerah. Kedua, kita dilahirkan di dalam waktu, hidup di dalam waktu, mati di dalam waktu, waktu adalah kesempatan yang di dalamnya kita memmiliki peluang yang besar untuk mengoprasikannya, apa yang kita lakukan dalam hidup ini. Ketiga, manusia harus menyadari bahwa setiap momen yang berlalu merupakan sebuah kesempatan yang telh berlalu, telah di gunakan dengan baik atau tidak baik, tidak akan berulang kembali. Dengan segera waktu akan berakhir dan kita pasti akan meniggalkan dunia yang fana ini dan meniggalkan kisah untuk kehidupan kita.
Jadi manusia Indonesia harus menyadari sumber daya waktunya bukan hanya membanyangkan sumber daya alam, sumber daya lain-lain yang bersifat materiil juga sumber daya lain yang bersifat metafisis, yakni waktu.
Biasanya kita menyadari pentingnya waktu setelah kita kehilangan waktu tersebut, kehilangan hari ini , begitu juga kehilangan hari kemrin. Pada titik inilah orang akan menyadari betapa waktu menjadi hal yang amat penting dalam siklus hidup manusia. Mungkin orang terbiasa menyepelekannya dengan perkataan “masih ada hari esok, masih ada waktu lagi”. Pada hal waktu terus berjalan.
Konon menurut filsafat agama, dan kaitannya dengan filsafat manusia, waktu adalah sesuatu yang berjalan mundur. Tetapi dalam filsafat modern waktu itu bergerak maju, ia akan mencapai titik yang disebut masa depan. Meninggalkan kesekarangan, bahkan kelampauan.
Tetapi sayangnya kita tidak  pernah faham dengan filsafat waktu ini, ada baiknya memang kita yang bergerak mengendalikan dan mengatur waktu. Menghabiskan sisa waktu yang ditentukan melalui filsafat agama, atau menuju waktu panjang dalam filsafat masa depan.

ISLAM, AGAMA YANG NASIONALIS


Oleh : Ahyar
حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الْإِيْمَانِ cinta negeri adalah sebagian dari iman”
Hadist tersebut merupakan Hadist yang menggambarkan Islam sebagai Agama yang sangat menjunjung tinggi pemeluknya agar memiliki jiwa nasionalis. Islam tak pernah melepaskan perananya dalam sebuah tata negara, seperti halnya tercapainya kemerdekaan Indonesia tak lepas dari peranan Islam sebagai Agama Mayoritas. Tokoh-tokoh dari kalangan Islam pun bermunculan sebagai tokoh penggerak revolusi Indonesia melawan penjajahan kolonial. Bahkan pergerakan perjuangan bangsa Indonesia yang nyata melawan dominasi Politik, Ekonomi, Pendidikan kolonial Belanda berasal dari perhimpunan Islam dalam bidang Ekonomi yang di galang oleh H. Samahudi bernama Sarikat Dagang Islam (SDI) yang dalam berjalanya waktu cakupanya di perluas menjadi sebuah partai untuk melawan dominasi Politik penjajah Belanda menjadi Sarikat Islam (SI) yang di pelopori oleh HOS Cokroaminoto, hingga menjadi organisasi Revormis yang menantang kebijakan tanam paksa dari pemerintahan Hindia-Belanda pada saat itu.
Kemudian dari kalangan pesantren muncul Organisasi-organisasi seperti Hizbullah, Sabillahyang mewadahi Santri dan Kiya’i dalam bidang militer, kemudian adalagi organisasi Nahdlatul Tujjar, Nahdlatul Wathon, Tafkirul Afkar yang masing-masing mewadahi santri dalam bidang Ekonomi, Pergerakan Kemerdekaan dan Intelektual dengan tokoh penggagasnya seperti K.H Wahab Hasbullah, K.H As’ad Syamsul Arifin, K.H Hasyim Asy’ari dan tokoh-tokoh Islam lainya.
Itu membuktikan bahwa peran Islam terutama para kaum santri tidak sedikit dalam menunjang kemerdekaan Indonesia. Peran Islam yang lebih patriot lagi adalah peristiwa 10 November di Hotel Yamato Surabaya, di mana para umat Islam terutama kalangan santri berjihad Fi Sabilillahuntuk mengusir penjajah. Sekilas cerita, pada saat itu Inggris yang bersekongkol dengan Belanda yang ingin menduduki Indonesia kembali yang sudah merdeka mengeluarkan kebijakan agar para aktifis kemerdekaan menyerahkan diri dan para penduduk yang memiliki senjata agar menyerahkan senjatanya. Tapi oleh K.H Hsyim Asy’ari menentang kebijakan tersebut, dan akhirnya mengeluarkan fatwa yang terkenal sebagai Resolusi Jihad bahwa Fardlu Ain untuk melawan penjajah bagi setiap umat Islam dalam radius 94 KM dan akhirnya pertempuran di Hotel Yamato di menagkan oleh para pejuang Islam.
Dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara juga tak terlepas dari tukoh-tokoh Islam, karena lima dasar Pancasila yangdi usulkan Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI dan di terimanya refisi sila pertama Pancasila agar bisa menjadi asas yang bisa di terima semua agama yang ada di Indonesia juga melalui nasehat dari K.H Hasyim Asy’ari. Pasca kemerdekaan peran tokoh-tokoh Islam pun sangat signifikan dalam menjaga Integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kabinet pertama Indonesia bentukan Sultan Syahrir tokoh-tokoh Islam pun mewarnai dari golongan Masyumi yang pada saat itu menjadi partai Islam dari koalisi organisasi-organisasi Islam seperti NU dan Muhamaddiyah, Dan setelah Indonesia benar-benar mendapat pengakuan Internasional atas kemerdekaanya melalui Konfrensi Meja Bundar di Den Hag Belanda pada bulan Desember tahun 1949,  kabinet bentukan Hatta dalam Replubik Indonesia Serikat tokoh-tokoh Islam masih mendominasi semisal K.H Wahid Hasyim sebagai mentri Agama dan Abu Hanifah sebagai mentri Pendidikan dan lain sebagainya.
Walaupun nama Islam sempat tercoret oleh pemberontakan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo di Yogyakarta yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam yang berasaskan Syariat Islam. tapi hal tersebut dapat di redam. Dalam pemberontakan yang di lakukan PKI pada 29 September peran Islam untuk meredam pemberontakan tersebut sangat signifikan, di daerah pedesaan para pemuda yang tergabung dalam Ansor melakukan perlawanan dengan membunuh para Komunis yang ingin mengganti kedaulatan Pancasila sebagai asas utama NKRI dengan Faham Sosialis Komunis yang di bawa dari Uni Soviet.
Nahhhh... itu kilasan sejarah tentang peran Islam dalam menunjang kedigdayaan NKRI, semoga bisa menjadi pengetahuan baru bagi kita semua dan lebih bisa memupuk rasa Nasionalisme kita kepada Bangsa Indonesia, lebih-lebih kita adalah Santri, Santri yang identik dengan Jiwa Nasionalisme yang Tinggi...!!!

By : Akhyy Al-Hariq

PENDIDIKAN POLITIK PEMILU



Oleh:Abdullah Hamid, Pustaka Sambua

Perhelatan pesta demokrasi Bangsa Indonesia dipastikan tahun ini. Kecenderungan menjelang PEMILU 2014 ini seperti biasa sikap persahabatan dan permusuhan semakin kentara. Mereka mulai memilah-milah, memetakan mana lawan mana kawan. Kadang tak segan-segan menggasak meski korbannya masih terbilang saudara sendiri, karena di ranah politik saudara abadi adalah kepentingan. Kadang karena emosional dan ambisinya, sampai kehilangan akal sehat, tidak obyektif lagi, menghalalkan segala cara. Situasi tersebut tentunya sangat rentan bagi kehidupan sosial.

Maka persaingan politik tersebut perlu dikelola secara dinamis dan produktif dalam kerangka fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Memang bisa dimaklumi, di negeri ini mewarisi banyak raja, gudangnya asset pemimpin. Namun sekaligus berpotensi konflik, persaingan, sikut sana-sini, kecemburuan, dan penuh intrik.

Dengan semangat ukhuwwah islamiyah hendaklah dilakukan bukan basa-basi atau cuma seremonial. Namun harus dilandasi semangat suci/ ritual untuk kembali kepada kehidupan yang fitri. Mengakhiri sikap permusuhan dalam dada dan tindakan. Bukan sebaliknya, membangkitkan rasa permusuhan. Dalam kehidupan pribadi/ rumah tangga, bertetangga, pergaulan, bahkan kehidupan berbangsa. Agar dalam bermasyarakat dapat hidup tenang, bersahabat, penuh kekeluargaanm, saling mendukung dan membantu. Sebagaimana kepribadian bangsa kita yang dikenal ramah dan guyub. Tidak berangasan, bersumbu pendek. Meski disadari tantangan hidup sekarang ini yang dihadapi bisa dibilang sangat keras. Di tengah perekonomian Indonesia yang belum kunjung membaik 100% dan degradasi nilai-nilai, ditengarai semakin menguatnya mental materialistik.

Maka nilai-nilai persaudaraan harus mampu melepas ego pribadi dan golongan. Mengutamakan kepentingan agama dan negara. Mengatasi kepentingan politik yang sempit atau picik. Meski semakin mendekati Hari H-Pemilu semakin banyak godaan uang panas yang terkumpul dan beredar. Hendaklah jangan kemaruk dan berkelahi. Bersiap mental lah. Maukah mengesampingkan pragmatisme, lebih mempertimbangkan akal sehat atau idealisme. Bukankah nilai-nilai puasa, idul fitri dan menunaikan Zakat fitrah dan mal mengajarkan pentingnya menerima atau memberi justru untuk membersihkan harta kita.. Meningkatkan kepedulian sosial atau kepekaan terhadap sesama. Sehingga setelah melewati fase puasa ramadhan diharapkan dapat menahan hawa nafsu yang dipicu haus kekuasaan/ tahta, harta dan wanita dengan cara merawat hati, kebersihan jiwa.

Agar hati selalu terjaga, Ulil Hadrawi memberikan rumusan atau resep hendaklah kita menghindar dari empat perkara ini, yaitu: riya’, ujub, takabbur, serta hasad. Riya’ adalah pamer, Riya menurut imam al-Ghazali adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan cara mempertontonkan ibadah dan amalnya. Dengan kata lain riya’ selalu mencari modus pencitraan dirinya. Kedua ‘ujub Menurut al-Ghazali ujub adalah sifat merasa diri serba berkecukupan dan berbangga hati atas nikmat yang dimilikinya, dan lupa cuma titipan Allah kelak akan sirna. Ujub merupakan induk dari sifat takabbur, bedanya jika takabbur berdampak pada pihak yang ditakabburi, kalau ujub terbatas pada dirinya sendiri. Sabda Rosulullah saw:

Ujub itu bisa memakan amal amal baik sebagaimana api makan kayu bakar” (al-hadist).

Ketiga adalah takabbur adalah merasa dirinya lebih sempurna dari yang lainnya, Kesombongan adalah dosa pertama yang dilakukan oleh makhlukNya (iblis) terhadap Allah swt.

Firman Allah swt : Turunlah engkau dari surga karena engkau menyombongkan diri didalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya engkau termasuk orang orang yang hina” (Al-A’raf:13).

Keempat adalah hasad atau dengki. Untuk menjelaskan hal ini cukuplah petikan seorang sufi dalam kitab Risalah Qusyairiyah bahwa “orang dengki adalah orang yang tak beriman sebab dia tidak merasa puas dengan takdir Allah”. Sementara ulama yang lain berpendapat orang yang dengki adalah orang yang selalu ingkar karena tidak rela orang lain mendapatkan kenikmatan. Indikasi dari sifat dengki adalah menipu atau berpura-pura apabila dihadapan orang lain, mengumpat apabila orang lain itu pergi, dan menyumpahi apabila musibah tak kujung tiba pada orang itu.”

Mengenai pendalaman keempat penyakit ini sudah bisalah kiranya kita meraba diri masing-masing. Penulis hanya bisa mengingatkan saja, merasa belum pantas untuk memberikan nasehat. Namun yang jelas, biasanya keempat tersebut satu mata rantai penyakit yang saling terkait antara satu dan lainnya. Sehingga apabila mengidap salah satu maka dapat pula mengidap yang lainnya.

Lantas bagaimana cara menghiasai hati? Selanjutnya al-Ghazali berpesan dalam kitab mizanul amal, bahwa hendaknya hati dihias dengan empat induk kesalehan, yakni hikmah, kesederhanaan (‘iffah), keberanian (syaja’ah) dan keadilan (‘adalah). Beliau menjelaskan bahwa kerelaan memaafkan orang yang telah menzaliminya adalah kesabaran dan keberanian (syaja’ah) yang sempurna. Kesempurnaan ‘iffah terlihat dengan kemauan untuk tetap memberi pada orang yang terus berbuat kikir terhadapnya. Serta kesediaan untuk tetap menjalin silaturrahim terhadap orang yang sudah memutuskan tali persaudaraan adalah wujud dari ihsan yang sempurna. Mampu menegakkan keadilan terhadap diri dan keluarganya serta orang lain.

Untuk menjaga hati dari kekacauan atau bolak baliknya iman, setiap manusia itu dhaif perlu selalu taqarrub kepada Allah SWT, agar selalu ingat Yang Kuasa, tetap dalam suasana religiositas tinggi (fresh), misalnya antara lain dengan menjalani lelaku Tombo Ati Sunan Bonang, meliputi 5 perkara:1, Membaca Qur’an dengan maknanya, 2.Sholat malam, 3.Dekat dengan Orang Sholeh (masih hidup atau telah meninggal), 4. Perut tidak kekenyangan, 5.Dzikrullah yang lama/ sesering mungkin. Dan di dalam kehidupan pribadi dan masyarakat menjadikan Rasulullah SAW menjadi panutan utama atau uswatun hasanah, bukan sekedar udwatun hasanah. Beliau terbukti, tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin sosial dan politik paling sukses sepanjang abad.

Adapun ciri-ciri rusaknya hati yang harus diwaspadai dan setiap muslim harus menghindarinya antara lain:ghibah (menjelekkan orang lain, suka adu domba), pendusta, khianat, dan tamak (tidak ada puasnya).
Sehingga dengan pengendalian diri atau hati tersebut, insyaallah iklim demokrasi di Indonesia akan kondusif, karena perjalanan bangsa dikawal dengan nilai-nilai agama, diharapkan roda pemerintahan dan sendi kehidupan masyarakat tetap berjalan tertib, kokoh, dan berwibawa. Memberikan kekuatan berdirinya baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Gemah ripah loh jinawi. Rizqi mengalir berkah. Dibangun dari fondasi masyarakat marhamah, penuh kasih sayang dan taat hukum. Jarang terdengar lagi berita negatif segala bentuk kriminalitas duka lara pemilu yang berdarah-darah yang miris, apalagi sampai merambat ke masalah keluarga, lembaga pendidikan bahkan birokrasi (kekuasaan) dan ormas, bukan saja parpol. Dimana tantangan rakyat ke depan di samping masalah ekonomi juga menghadapi tirani politik atau belenggu kepentingan sesaat dan sektarian.

Dalam situasi demikian dituntut bersikap independent dan adil, beraktualisasi secara berani, terbuka dan cerdas, tetap berkomitmen dan konsisten memperjuangkan nasib rakyat atau kepentingan ummat yang lebih besar atas dasar peri kemanusiaan yang universal. Maka dituntut juga kemampuan menggandeng semua kekuatan politik dan non politik untuk membangun kepentingan bersama yang lebih luas dan mendasar.


PEMBAGIAN SIHIR MENURUT AR-RAGHIB


Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali
Ar-Raghib mengemukakan bahwa sihir itu dipergunakan untuk beberapa pengertian, diantaranya:
[1]. Sesuatu Yang Lembut Dan Halus.
Dari kata itu, muncul kalimat: 'Sahartush shabiyya' yang berarti aku telah mengelabui dan mengecoh anak kecil itu. Dan setiap orang yang tertarik pada sesuatu, berarti dia telah tersihir olehnya. Dari kata itu pula, para penyair mengungkapkan: Penyihiran terhadap mata, karena tertariknya jiwa. Dari kata itu pula, muncul ungkapan para dokter: Tabi'at (karakter) yang menyihir. Dan juga firman Allah Ta'ala:

"Artinya : Bahkan kami adalah kaum yang tersihir." [Al-Hijr : 15]
Maksudnya, kami dipalingkan dari ilmu pengetahuan. Dan hadits berikut ini juga memuat kata tersebut:
"Sesungguhnya diantara al-bayan [1] itu adalah sihir" [2]

[2]. Sihir yang terjadi melalui tipuan dan ilusi yang tidak mempunyai hakikat sama sekali, seperti apa yang dilakukan para pesulap yang memalingkan pandangan dari apa yang sedang dilakukannya dengan kecepatan tangan.
[3]. Sihir yang berlangsung dengan bantuan syaitan dengan cara melakukan pendekatan kepada mereka. Hal itu telah diisyaratkan oleh firman Allah Ta'ala:
"Artinya : Hanya saja syitan-syaitan itu sajalah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia." [Al-Baqarah : 102]

[4]. Sihir yang berlangsung melalui pembicaraan dengan bintang-bintang dan permintaan akan turunnya spiritualitasnya, seperti yang mereka akui.[3]

TAHQIQ DAN PENJELASAN TENTANG BEBERAPA MACAM SIHIR
Dari kajian pembagian sihir yang dilakukan oleh ar-Razi, ar-Raghib dan ulama lainnya,kita dapatkan bahwa mereka telah memasukan beberapa hal kedalam kategori sihir, yang sebenarnya bukan termasuk sihir. Yang menjadi sebab dalam hal ini adalah bahwa mereka bersandar pada pengertian etimologis (menurut tinjauan bahasa) dari makna sihir, yaitu sesuatu yang halus dan mempuyai sebab yang tidak terlihat.
Bertolak dari hal tersebut, mereka memasukan kedalam sihir ini berbagai penemuan yang menakjubkan dan yang dihasilkan dari kecepatan tangan, serta usaha penggunjingan diantara umat manusia serta berbagai hal lain yang sebabnya tidak terlihat dan pintu masuknya sangat samar.
Semuanya itu tidak kita perlukan dalam pembahasan ini, tetapi fokus pembahasan ini ditujukan seputar sihir yang sebenarnya, yang dalam prakteknya seorang tukang sihir bersandar pada jin dan syaitan.
Ada hakikat lain yang harus dijelaskan, yaitu masalah yang telah disebutkan ar-razi juga ar-Raghib, yaitu yang disebut dengan spiritualitas bintang-bintang. Yang benar dan yang menjadi keyakinan kita bahwa bintang-bintang itu adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang dikendalikan dengan perintah-Nya dan ia tidak mempunyai spiritualitas serta tidak mempunyai pengaruh sama sekali untuk selamanya.
Jika ada orang yang menyatakan bahwa kami pernah menyaksikan beberapa tukang sihir berbicara dengan menyebut nama-nama yang mereka akui sebagai nama-nama bintang atau yang menjadi symbol-simbolnya seraya memanggilnya, dan setelah itu sihir mereka akan berlangsung dan terlihat nyata dihadapan para penonton.
Menjawab pertanyaan tersebut, dapat dikatakan bahwa jika hal itu memang benar-benar terjadi, maka sebenarnya hal itu bukanlah karena pengaruh bintang, tetapi karena pengaruh syaitan untuk menyesatkan para tukang sihir dan menjarumuskan mereka kedalam fitnah. Sebagaimana yang diriwayatkan bahwa ketika orang-orang kafir berbicara kepada berhala-berhala yang terbuat dari batu dan sama sekali tuli, maka pada saat itu syaitan yang menjawab mereka dengan suara yang terdengar dari dalam berhala, sehingga orang-orang kafir itu mengira bahwa berhala-berhala itu adalah tuhan, padahal yang sebenarnya tidak demikian. Dan cara yang menyesatkan itu cukup banyak dan cabang-cabang. Oleh karena itu, mudah-mudahan Allah melindungi kami dan kalian semua dari kejahatan syaitan, jin dan manusia.

[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note.
[1]. Al-bayan : Kefasihan dan kemampuan yang tinggi dalam berbicara.
[2]. HR. AL-Bukhari (5/1976, 2176),at-Tirmidzi (4/376), Abu Dawud
(4/303), Ibnu Abi Syaibah dalam mushannafnya (7/479), Ahmad (1/327,397) dan Abu Ya' la dalam musnadnya (4/220,454,10/12,13).
Dan lafazh ini milik al-Bukhari.
[3]. Dinukil dari kitab Fat-hul Baari (X/222).