Memang untuk masalah yang satu ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hubungan ketakwaan dan berpikir positif. Sebagian orang mengatakan bahwa pikiran positif dapat meningkatkan ketakwaan. Namun alim ulama mengatakan bahwa ketakwaanlah yang menghasilkan pikiran positif, dan belum tentu pikiran positif mampu meningkatkan ketakwaan. Terlepas dari perbedaan pemahaman itu, yang jelas terdapat keterkaitan yang erat antara keduanya. Ketakwaan dan berpikiran pisitif saling memengaruhi.
Setiap kejadian, peristiwa, dan fenomena dalam kehidupan ini pasti ada sebab dan musababnya. Artinya, segala kejadian di dunia ini telah Allah atur dengan secermat-cermatnya. Tidak ada satu pun kejadian di muka bumi ini tanpa hikmah di baliknya. Tinggal bagaimana kita menyikapi setiap kejadian itu melalui akal dan pikiran yang telah tuhan anugerahkan kepada kita. jadi, tugas kita adalah berpikir dan membaca, ada apa dibalik semua kejadian yang menimpa kita. Yang pasti, kita harus mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu itu baik bagi kita, umat-Nya yang beriman. Jika yang menimpa kita adalah suatu musibah, maka kita berpikir positif bahwa yang kita alami adalah ujian, karenanya kita harus bersabar dan berusaha mengatasinya. Dan jika yang kita alami adalah kesenangan, maka hendaknya kita bersyukur dan berusaha untuk menjadi insan yang lebih baik agar tuhan menambah nikmat untuk kita. “Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya diluar batas kemampuannya” dan “Tuhan akan meningkatkan nikmat-Nya jikalau kita mau mensyukurinya”.
Dengan berpikiran positif bahwa setiap kejadian yang menimpa kita terjadi atas izin-Nya dan yakin itu adalah cara tuhan menyayangi kita, maka tidak akan ada rasa sedih ataupun kecewa yang mendalam. Justru, ketika bias bersifat Qana’ah, menerimanya dengan penuh keikhlasan. Kita menjadi lebih sadar dan tahu diri atas kekurangan dan kelemahan diri, sehingga semakin mendekatkan diri kita kepada sang maha pencipta. Jadi berpikir positif ini membuat kita untuk berusaha menjadi lebih baikdari sebelumnya.
Kisah berikut ini mungkin bias mengilustrasikan penjelasan diatas secara lebih riil. *Disebuah daerah dipinggiran kota Yoqyakarta terdapat sebuah perusahaan penerbitan (sebut saja perusahaan A) yang memperkerjakan ratusan karyawan. Dilihat dari penampilan fisiknya, perusahaan itu tampak cukup bonafide. Dan memang pada tahun-tahun awal operasionalnya, perusahaan itu sukses memenangkan berbagai tender. Kesejahteraan para karyawan pun terjamin, karena meraka mendapat royalty dengan nominal yang tidak sedikit. Namun, sebuah regulasi baru yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun 2008 membuat banyak perusahaan penerbitan, termasuk perusahaan A, tak mampu lagi menggeliatkan bisnis mereka.
Sempat bertahan setahun dengan kondisi perusahaan yang terancam bangkrut, kebijakan yang (sebenarnya) berat bagi perusahaan pun akhirnya diambil oleh perusahaan, yakni pemutusan hubungan kerja alias PHK. Kesedihan, jelas yang pertama tergurat di wajah para karyawan, apalagi bagi mereka yang telah berkeluarga_bagaimana mereka akan memberi makan anak-istri mereka untuk hari-hari ke depan. Bayangkan saja, hanya selang dua hari setelah cuti merayakan lebaran bersama keluarga, mereka menerima surat PHK. Sungguh, suatu hal yang tak terbayangkan sebelumnya. Dan, hari itu, pecan kedua di bulan oktober 2009, menjadi hari perpisahan bagi seluruh awak penerbitan untuk kemudian melanjutkan kehidupan mereka masing-masing.
Beberapa bulan setelah itu, satu demi satu kabar baik mengenai nasib para karyawan yang telah di-PHK itu pun terdengar. Ada yang telah diterima di perusahaan lain dengan pendapatannya lebih besar dari semula, ada yang menjadi PNS, ada yang sukses berbisnis dagangnya, ada yang menjadi wartawan di sebuah media massa terkenal di ibukota, ada yang sukses membuka butik online, ada yang menjadi penulis lepas, bahkan ada yang sukses mendirikan perusahaan penerbitan sendiri.
Begitulah, PHK ternyata bukan akhir segalanya. Tuhan mempunyai rencana lain dibalik semua peristiwa. Ternyata merupakan pintu yang dibukakan tuhan bagi para karyawan itu untuk mendapatkan yang lebih baik mereka yang tadinya menganggap bahwa PHK itu adalah musibah bagi mereka, kini terbukti PHK itu justru menjadi berkah bagi mereka. Bahkan sempat ada salah seorang dari mereka yang menulis status di akun facebook-nya, “PHK membawa berkah” tuhan mempunyai cara-Nya sendiri dalam menyayangi umat-Nya. Maka nikmat tuhan manakah yang kita dustakan ???
Diceritakan pada zaman Bani Israil ada sesosok mentri yang suka menjawab “baik”. Pada suatu hari, menteri ini menghadiri acara makan malam bersama raja. Ketika sedang memotong buah, raja dengan tidak sengaja telah mencederakan jari telunjuknya sendiri. Pisau yang dia gunakan untuk memotong buah telah menyebabkan jari telunjuknya terpotong dan merasakan kesakitan. Raja pun bertanya kepada menteri yang duduk di sebelahnya tentang kejadian yang baru saja dialaminya. “Ini adalah Baik, untuk sang raja.” Jawab menteri itu tanpa keraguan. “Apa? Kamu katakan ini baik?” Raja terperanjat dengan jawapan itu. “Ya, wahai raja. Itu baik.”
Raja sangat marah dengan jawaban itu. Mana mungkin jarinya yang luka parah seperti itu dianggap menterinya sebagai hal yang baik? Maka dia memerintahkan menteri itu ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian raja mengunjungi menterinya di penjara dan bertanya padanya, “Sekarang, apa pendapatmu tentang keadaaanmu sendiri, yang sekarang berada di dalam penjara seperti ini?” “Ini juga Baik untukku , wahai raja.” Jawab menteri itu tanpa ragu-ragu.
Mendengar jawapan itu, raja menjadi semakin marah dan segera meninggalkan menterinya sendirian di dalam penjara. Dia merasakan menterinya itu sangat bodoh dan keterlaluan dalam memberikan pendapat. Beberapa hari kemudian, raja pergi berburu di dalam hutan dan ditemani menterinya yang lain. Mereka pun berangkat dengan kuda menuju ke hutan. Oleh karena menteri yang baru tidak biasa dengan cara raja menunggang kuda, akhirnya dia tertinggal jauh di belakang. Mereka terpisah dan akhirnya raja sendiri tersesat di dalam hutan. Bukan hanya tersesat, raja juga ditangkap oleh sekumpulan penyembah berhala yang tinggal di dalam hutan itu. Raja tersebut ditahan oleh para penyembah berhala dan ditetapkan oleh mereka sebagai korban untuk berhala mereka. Mereka melakukan upacara selama tujuh hari dan pada hari ketujuh mereka membawa raja ke tempat persembahan. Saat raja sudah siap untuk dikorbankan, mereka melihat jari telunjuk raja terpotong, lalu mereka menjadi ragu untuk mengorbankan raja. “Kita hanya mempersembahkan yang terbaik dan sempurna pada berhala kita.” Kata ketua suku yang memimpin upacara tersebut. “Orang ini jari telunjuknya terpotong, jadi dia tidak layak untuk dijadikan korban,” Oleh karena itu mereka melepaskan raja tersebut dan beliau kembali ke kerajaannya dengan perasaan yang gembira.
Selang beberapa hari selepas peristiwa itu, raja teringat akan kata-kata menteri yang telah membuatnya marah ketika jarinya terpotong. Dia segera ke penjara dan berkata kepada menteri itu, “Apa yang kamu katakan waktu jari saya terpotong memang betul. Itu memang hal yang baik.” Lalu raja menceritakan apa yang telah dialaminya hingga dia akhirnya selamat dari ancaman kematian. Namun sang raja belum paham perkataan dan maksud sang menteri tentang penjeblosannya ke dalam penjara bahwa itu juga hal yang baik untuk dirinya. Lalu sang raja pun menyanyakannya. “ Wahai menteriku, engkau telah mengatakan bahwa jariku terpotong adalah baik dan itu telah terbukti, namun bagaimana denganmu yang mengatakan bahwa penjara ini baik untukmu..?? “ Akhir Menteri itu tersenyum sambil berkata, “Saya berada dalam penjara ini juga baik kerana jika saya pergi dengan raja pada hari itu, saya juga turut tertangkap. Tentu saya akan dijadikan korban sebagai penngganti sang raja kerana anggota tubuh saya lengkap dan tidak ada yang cacat.”
Kesimpulannya, semua yang ditetapkan oleh ALLAH adalah yang terbaik walaupun kita mungkin belum tahu atau tidak mengetahui kebaikan yang ada dibalik semua ketentuan Allah yang di tetapkan untuk kita.
Maka berprasangka baiklah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Red* Al Fattah